Senin, 28 April 2008

Cosmopolitan

WORLD TRADE ORGANIZATION (WTO):

GLOBAL GOVERNMENT KOSMOPOLITAN EKONOMI

BY. SUHARA GOLAN SIDABUTAR

PENDAHULUAN

Konsep kosmopolitasnisme ekonomi berkembang sejak abad 19, sejalan dengan globalisasi ekonomi. Ada 2 (dua) ide dasar kosmopolitan ekonomi yakni: pertama, bahwa semua individu, dimanapun berada memiliki hak dan kesempatan yang sama untuk melakukan kegiatan ekonomi, yang melampaui batas-batas negara, menekankan pada individu, bukan kelompok borjuis atau negara. Kedua, cosmopolitan ekonomi dilaksanakan untuk mencapai kesejahteraan individu, adanya pemerataan, serta multi interpretasi, baik secara konsep, prioritas maupun cara mewujudkannya.

Kosmopolitanisme ekonomi dapat dipahami dengan pendekatan humanity. Ada 2 (dua) arus besar dalam pendekatan ini : (1) individualisme, menekankan pada karakter/aspek rational, willing, dan free yang melekat pada setiap individu, (2) communitarian a la Rousseau, humanity tidak dapat dipahami dengan melihat masing-masing individu secara terpisah. Untuk mewujudkan kosmopolitan ekonomi dibutuhkan World Institution yang mengatur perekonomian secara internasional. World Trade Organization (WTO) merupakan salah satu institusi global yang dapat mewujudkan kesejahteraan bagi setiap individu di seluruh dunia. Indonesia merupakan salah satu negara pendiri WTO dan telah meratifikasi Persetujuan Pembentukan WTO melalui UU NO. 7/1994. Tujuan WTO adalah untuk membantu negara-negara “berkembang” guna meningkatkan taraf kehidupan masyarakat melalui perdagangan.

WTO SEBAGAI INSTITUSI GLOBAL

Peningkatan integrasi antar negara dapat dilihat melalui adanya perkembangan dalam arus penyeberangan barang, jasa dan juga modal dari suatu negara ke negara lain. Persetujuan-persetujuan dalam WTO mencakup barang, jasa, dan kekayaaan intelektual yang mengandung prinsip-prinsip utama liberalisasi.

Struktur dasar persetujuan WTO, meliputi:

1. Barang/ goods (General Agreement on Tariff and Trade/ GATT)

2. Jasa/ services (General Agreement on Trade and Services/ GATS)

3. Kepemilikan intelektual (Trade-Related Aspects of Intellectual Properties/ TRIPs)

4. Penyelesaian sengketa (Dispute Settlements)

Persetujuan-persetujuan di atas dan annexnya berhubungan antara lain dengan sektor-sektor di bawah ini:

ü Pertanian

ü Sanitary and Phytosanitary/ SPS

ü Badan Pemantau Tekstil (Textiles and Clothing)

ü Standar Produk

ü Tindakan investasi yang terkait dengan perdagangan (TRIMs)

ü Tindakan anti-dumping

ü Penilaian Pabean (Customs Valuation Methods)

ü Pemeriksaan sebelum pengapalan (Preshipment Inspection)

ü Ketentuan asal barang (Rules of Origin)

ü Lisensi Impor (Imports Licencing)

ü Subsidi dan Tindakan Imbalan (Subsidies and Countervailing Measures)

ü Tindakan Pengamanan (safeguards)

Prinsip-prinsip Sistem Perdagangan Multilateral adalah sebagai berikut:

1. MFN (Most-Favoured Nation): Perlakuan yang sama terhadap semua mitra dagang, Dengan berdasarkan prinsip MFN, negara-negara anggota tidak dapat begitu saja mendiskriminasikan mitra-mitra dagangnya. Keinginan tarif impor yang diberikan pada produk suatu negara harus diberikan pula kepada produk impor dari mitra dagang negara anggota lainnya.

2. Perlakuan Nasional (National Treatment).Negara anggota diwajibkan untuk memberikan perlakuan sama atas barang-barang impor dan lokal- paling tidak setelah barang impor memasuki pasar domestik.

3. Transparansi (Transparency), negara anggota diwajibkan untuk bersikap terbuka/transparan terhadap berbagai kebijakan perdagangannya sehingga memudahkan para pelaku usaha untuk melakukan kegiatan perdagangan.

PERSETUJUAN BIDANG PERTANIAN

Persetujuan Bidang Pertanian (Agreement on Agriculture/ AoA) yang berlaku sejak tanggal 1 Januari 1995 bertujuan untuk melakukan reformasi kebijakan perdagangan di bidang pertanian dalam rangka menciptakan suatu sistem perdagangan pertanian yang adil dan berorientasi pasar. Program reformasi tersebut berisi komitmen-komitmen spesifik untuk mengurangi subsidi domestik, subsidi ekspor dan meningkatkan akses pasar melalui penciptaan peraturan dan disiplin GATT yang kuat dan efektif. Persetujuan tersebut juga meliputi isu-isu di luar perdagangan seperti ketahanan pangan, perlindungan lingkungan, perlakuan khusus dan berbeda (special and differential treatment – S&D) bagi negara-negara berkembang, termasuk juga perbaikan kesempatan dan persyaratan akses untuk produk-produk pertanian bagi negara-negara tersebut.

Persetujuan Bidang Pertanian menetapkan sejumlah peraturan pelaksanaan tindakan-tindakan perdagangan di bidang pertanian, terutama yang menyangkut akses pasar, subsidi domestik dan subsidi ekspor. Berdasarkan ketentuan-ketentuan tersebut, para anggota WTO berkomitmen untuk meningkatkan akses pasar dan mengurangi subsidi-subsidi yang mendistorsi perdagangan melalui skedul komitmen masing-masing negara. Komitmen tersebut merupakan bagian yang tak terpisahkan dari GATT.

1. Akses Pasar

Dilihat dari sisi akses pasar, Putaran Uruguay telah menghasilkan perubahan sistemik yang sangat signifikan: perubahan dari situasi dimana sebelumnya ketentuan-ketentuan non-tarif yang menghambat arus perdagangan produk pertanian menjadi suatu rezim proteksi pasar berdasarkan pengikatan tarif beserta komitmen-komitmen pengurangan subsidinya. Aspek utama dari perubahan yang fundamental ini adalah stimulasi terhadap investasi, produksi dan perdagangan produk pertanian melalui: (i) akses pasar produk pertanian yang transparan, prediktabel dan kompetitif, (ii) peningkatan hubungan antara pasar produk pertanian nasional dengan pasar internasional, dan (iii) penekanan pada mekanisme pasar yang mengarahkan penggunaan yang paling produktif terhadap sumber daya yang terbatas, baik di sektor pertanian maupun perekonomian secara luas.

Negara anggota dari kelompok negara maju sepakat untuk mengurangi tarif mereka sebesar rata-rata 36% pada seluruh produk pertanian, dengan pengurangan minimum 15% untuk setiap produk, dalam periode enam tahun sejak tahun 1995. Bagi negara berkembang, pengurangannya adalah 24% dan minimum 10% untuk setiap produk. Negara terbelakang diminta untuk mengikat seluruh tarif pertaniannya namun tidak diharuskan untuk melakukan pengurangan tarif.

2. Subsidi Domestik

Subsidi domestik dibagi ke dalam dua kategori. Kategori pertama adalah subsidi domestik yang tidak terpengaruh atau kalaupun ada sangat kecil pengaruhnya terhadap distorsi perdagangan (sering disebut sebagai Green Box) sehingga tidak perlu dikurangi. Kategori kedua adalah subsidi domestik yang mendistorsi perdagangan (sering disebut sebagai Amber Box) sehingga harus dikurangi sesuai komitmen.

Subsidi Domestik dalam sektor Pertanian:

a. Amber Box, adalah semua subsidi domestik yang dianggap mendistorsi produksi dan perdagangan;

b. Blue Box, adalah amber box dengan persyaratan tertentu yang ditujukan untuk mengurangi distorsi. Subsidi yang biasanya dikategorikan sebagai Amber Box akan dimasukkan ke dalam Blue Box jika subsidi tersebut juga menuntut dikuranginya produksi oleh para petani; dan

c. Green Box, adalah subsidi yang tidak berpengaruh atau kalaupun ada sangat kecil pengaruhnya terhadap perdagangan. Subsidi tersebut harus dibiayai dari anggaran pemerintah (tidak dengan membebani konsumen dengan harga yang lebih tinggi) dan harus tidak melibatkan subsidi terhadap harga.

Berkaitan dengan kebijakan yang diatur dalam Green Box terdapat tiga jenis subsidi lainnya yang dikecualikan dari komitmen penurunan subsidi yaitu kebijakan pembangunan tertentu di negara berkembang, pembayaran langsung pada program pembatasan produksi (blue box), dan tingkat subsidi yang disebut de minimis.

3. Subsidi Ekspor

Hak untuk memberlakukan subsidi ekspor pada saat ini dibatasi pada: (i) subsidi untuk produk-produk tertentu yang masuk dalam komitmen untuk dikurangi dan masih dalam batas yang ditentukan oleh skedul komitmen tersebut; (ii) kelebihan pengeluaran anggaran untuk subsidi ekspor ataupun volume ekspor yang telah disubsidi yang melebihi batas yang ditentukan oleh skedul komitmen tetapi diatur oleh ketentuan ”fleksibilitas hilir” (downstream flexibility); (iii) subsidi ekspor yang sesuai dengan ketentuan S&D bagi negara-negara berkembang; dan (iv) Subsidi ekspor di luar skedul komitmen tetapi masih sesuai dengan ketentuan anti-circumvention. Segala jenis subsidi ekspor di luar hal-hal di atas adalah dilarang.

PERLINDUNGAN TERHADAP HAK ATAS KEKAYAAN INTELEKTUAL

Diberlakukannya perjanjian TRIPs (Trade Related Aspects of Intellectual Property Right) pada tanggal 1 Januari 2000 memberikan harapan adanya perlindungan bagi berbagai produk intelektual dari upaya pelanggaran hak atas produk yang dihasilkan baik oleh individu maupun suatu korporasi dalam bidang industri dan perdagangan dalam upaya menjaga pelanggaran hak atas keaslian karya cipta yang menyangkut Hak Cipta, Merek, Paten, Desain Produk, Rahasia Dagang dan Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu.

Indonesia sebagai salah satu negara yang telah meratifikasi TRIPs sebenarnya telah memberikan landasan hukum bagi perlindungan HaKI melalui 3 (tiga) Undang-undang di bidang HaKI yang dikeluarkan pada tahun l997, yaitu :

1. Undang Undang Nomor 12 Tahun l997 tentang Perubahan atas Undang Undang Nomor 6 Tahun l982 tentang Hak Cipta sebagaimana telah diubah dengan Undang Undang nomor 7 Tahun l987

2. Undang Undang nomor 13 Tahun 1997 tentang Perubahan atas Undang Undang nomor 6 Tahun l989 tentang Paten

3. Undang Undang nomor 14 Tahun l997 tentang Perubahan atas Undang Undang nomor 19 Tahun l992

Ada dua alasan mengapa HaKI perlu dilindungi oleh hukum. Pertama, alasan non ekonomis dan kedua alasan ekonomis. Alasan yang bersifat non ekonomis menyatakan bahwa perlindungan hukum akan memacu mereka yang menghasilkan karya-karya intelektual tersebut untuk terus melakukan kreativitas intelektual. Hal ini akan meningkatkan “self actualization” pada diri manusia. Bagi masyarakat hal ini akan berguna untuk meningkatkan perkembangan kehidupan mereka, sedangkan alasan yang bersifat ekonomis adalah dengan melindungi mereka yang melahirkan karya intelektual tersebut, berarti yang melahirkan karya tersebut mendapatkan keuntungan materiil dari karya-karyanya. Di lain pihak melindungi mereka dari adanya peniruan, pembajakan, penjiplakan maupun perbuatan curang lainnya yang dilakukan oleh orang lain atas karya-karya mereka yang berhak.

Hak atas Kekayaan Intelektual mencakup karya-karya yang dihasilkan oleh manusia yang terdiri dari karya-karya di bidang ilmu pengetahuan, teknologi dan seni, sehingga dapat dibagi menjadi: 1) Hak Cipta; 2) Merek; 3) Paten; 4) Desain Produk; 5) Rahasia Dagang; 6) Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu

Dalam penulisan ini akan dijelaskan mengenai 3 Undang-undang saja, yaitu: Hak Cipta, Merek dan Paten.

1. Hak Cipta (Copy Right),

Hak Cipta memberikan perlindungan terhadap karya-karya cipta di bidang Seni, Sastra dan Ilmu Pengetahuan dan pemberian hak cipta itu didasarkan pada kriteria keaslian sehingga yang penting adalah bahwa ciptaan itu harus benar-benar berasal dari pencipta yang bersangkutan, bukan merupakan jiplakan maupun tiruan karya pihak lain. Ditentukan pula oleh Undang Undang Hak Cipta, bahwa Hak Cipta adalah hak khusus bagi Pencipta maupun penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya maupun memberi izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang- undangan yang berlaku.

2. Merek.

Merek adalah suatu tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan warna atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa (pasal 1 butir l UU Merek). Dari pengertian tersebut secara umum diartikan bahwa merek adalah suatu tanda untuk membedakan barang-barang yang dihasilkan atau diperdagangkan seseorang atau sekelompok orang atau badan hukum yang memiliki daya pembeda yang digunakan dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa, sehingga tanda tersebut mampu memberi kesan pada saat seseorang melihat merek tersebut.

Selain penolakan pendaftaran atas merek terkenal milik orang/badan hukum lain, perlindungan terhadap merek terkenal dapat pula dilakukan melalui gugatan pembatalan pendaftaran merek yang dilakukan tanpa hak, gugatan itu diajukan ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Terhadap putusan Pengadilan Negeri yang memutuskan pembatalan tidak dapat diajukan permohonan Banding, tetapi langsung mengajukan permohonan Kasasi atau Peninjauan Kembali.

3. Paten

Obyek pengaturan paten adalah suatu penemuan baru di bidang teknologi yang dapat diterapkan di bidang industri, sebagai ilmu pengetahuan yang diterapkan dalam proses industri, teknologi lahir dari kegiatan penelitian dan pengembangan. Kegiatan tersebut berlangsung dalam berbagai bentuk, ada yang secara sederhana tetapi ada pula yang dilakukan dengan cara yang sulit dan memakan waktu yang lama melalui lembaga Penelitian dan Pengembangan (Research and Development) Pasal 1 butir 1 Undang Undang Paten menentukan: Paten adalah hak khusus yang diberikan negara kepada penemu atas hasil penemuannya di bidang teknologi, untuk selama waktu tertentu melaksanakan sendiri penemuannya tersebut atau memberikan persetujuannya kepada orang lain untuk melaksanakannya.

USAHA-USAHA NEGARA BERKEMBANG

Banyak pendapat yang mengatakan bahwa globalisasi perdagangan (WTO) bukan membawa kesejahteraan seperti tujuan semula, tetapi malah menciptakan kemiskinan dan penderitaan yang belum pernah terjadi pada abad sebelumnya. Dalam hal ini penulis menanggapi bahwa untuk menciptakan masyarakat yang sejahtera dibutuhkan proses dan usaha. Penderitaan yang terjadi bukanlah akibat dari globalisasi perdagangan, tetapi manusia (individu) tersebut tidak mampu beradaptasi dan tidak melakukan suatu kreatifitas dan inovasi dalam menghadapi perubahan yang bersifat global. Banyak hal yang dapat dilakukan setiap individu, organisasi ataupun negara sehingga perdagangan dunia tersebut dapat membawa kesejahteraan.

Dunia pendidikan berperan penting mempersiapkan peserta didik atau masyarakat untuk menjadi pekerja yang produktif dan senantiasa belajar guna menghadapi perdagangan global. Pendidikan difokuskan pada upaya membantu rakyat memahami hubungan pendidikan dengan dunia kerja dan memperoleh keterampilan yang bisa dipakai di dunia kerja. Mereka diberi informasi tentang apa itu ekonomi global, dan keterampilan apa yang dibutuhkan agar mereka bisa berpartisipasi di dalamnya.

Organisasi baik yang bergerak dibidang perdagangan ataupun bidang jasa harus tetap dimanage sehingga memiliki kinerja yang baik secara individu ataupun secara organisasi. Organisasi harus kompetitif dan mampu bersaing. Organisasi yang kompetitif dicirikan oleh produktivitas, fleksibilitas, kecepatan, kualitas yang memadai, dan berfokus pada pelanggan. Sebagai tambahan, pekerja “global” memerlukan fleksibilitas, kemampuan memecahkan masalah dan mengambil keputusan, mampu beradaptasi, berpikir kreatif, motivasi-diri, dan memiliki kapasitas refleksi.

Art Kleiner penyusun buku Fifth Discipline Fieldbook mengutarakan bahwa gagasan organisasi belajar disebar luaskan guna :

ü mencapai kinerja tinggi dan memenangkan persaingan

ü hubungan dengan pelanggan lebih baik

ü menghindari penurunan

ü memperbaiki kualitas

ü memunculkan inovasi

ü memenuhi kebutuhan pribadi dan spiritual

ü meningkatkan kemampuan kita dalam mengelola perubahan

ü bisa saling memahami

ü memperluas batasan-batasan

ü memperoleh kebebasan

ü menghargai saling ketergantungan

PENUTUP

Dengan diterbitkannya Undang-Undang No.7 Tahun 1994 tanggal 2 Nopember 1994 tentang pengesahan (ratifikasi) "Agreement Establising the World Trade Organization", maka Indonesia secara resmi telah menjadi anggota WTO dan semua persetujuan yang ada didalamnya telah sah menjadi bagian dari legislasi nasional. Menjadi anggota WTO berarti terikat dengan adanya hak dan kewajiban. WTO menciptakan banyak peluang (opportunity) yang dapat mesejahterakan masyarakat dunia, tidak terkecuali dengan Indonesia.

Perlindungan dan penegakan hukum HAKI ditujukan untuk memacu penemuan baru di bidang teknologi dan untuk memperlancar alih serta penyebaran teknologi, dengan tetap memperhatikan kepentingan produsen dan pengguna pengetahuan tentang teknologi dan dilakukan dengan cara yang menunjang kesejahteraan sosial dan ekonomi, dan keseimbangan antara hak dan kewajiban. Sepanjang tidak menyimpang dari ketentuan dalam persetujuan ini, langkah-langkah yang sesuai perlu disediakan untuk mencegah penyalahgunaan HAKI atau praktek-praktek yang secara tidak wajar menghambat perdagangan atau proses alih teknologi secara internasional.

WTO bertujuan untuk melakukan suatu proses perbaikan dalam perdagangan di bidang pertanian. Mengingat bahwa tujuan jangka panjangnya adalah untuk membentuk suatu sistem perdagangan pertanian yang adil dan berorientasi pasar, dan bahwa proses perbaikan harus diprakarsai melalui suatu komitmen perundingan di bidang bantuan dan perlindungan serta dengan memperkuat keberadaan dan lebih mengefektifkan operasionalisasi peraturan dan disiplin. Tujuan jangka panjang di atas adalah untuk menetapkan suatu pengurangan bentuk bantuan dan perlindungan di bidang pertanian yang cukup besar dan progresif, terus menerus selama jangka waktu yang telah disetujui, yang pada akhirnya dapat mencegah dan memperbaiki pembatas dan distorsi dalam pasar pertanian dunia. Negara anggota dari negara maju akan mempertimbangkan secara penuh terhadap kebutuhan mendasar dan kondisi negara anggota dari negara berkembang, dengan menyediakan kesempatan perbaikan yang lebih besar dan dalam bentuk akses produk pertanian sesuai dengan yang dibutuhkan oleh negara berkembang.

WTO menjadi peluang (opportunity) besar bagi individu, organisasi dan negara yang siap. Individu yang memiliki pengetahuan akan diberikan penghargaan yang setinggi-tingginya. Indonesia dengan ekonomi terbuka, dimana program ekspor non migas merupakan salah satu pendorong pertumbuhan ekonomi nasional dan penciptaan lapangan kerja dan dituntut untuk lebih siap untuk dapat mengambil manfaat sebesar-besarnya dari peluang yang dihasilkan oleh WTO. Peluang dan manfaat dari keanggotaan Indonesia di WTO hanya dapat diperoleh apabila kita menguasai semua persetujuan WTO dan menerapkannya sesuai dengan kepentingan nasional.

DAFTAR PUSTAKA

Departemen Pertanian, Biro Kerjasama Luar Negeri : http://www.deptan.go.id/kln /berita/wto/ttg-wto.htm

Departemen Perindustrian : http://www.depperin.go.id/Ind/publikasi/djkipi/wto.htm

Lembaga Perdagangan Internasional : http://ditjenkpi.depdag.go.id/index.php?module= news_detail&news_category_id=4&news_sub_category_id=1

LIPI : http://www.haki.lipi.go.id/utama.cgi?prestasi&1100999807&1

Mansour Fakh, Sesat Pikir : Teori Pembangunan dan Globalisasi, 2001

Sunarmi, SH, Universitas Sumatera Utara : http://209.85.175.104/ search?q= cache: 9CciCNL3lMoJ:library.usu.ac.id/modules.php%3Fop%3Dmodload%26name%3DDownloads%26file%3Dindex%26req%3Dgetit%26lid%3D400+TRIPs+(Trade+Related+Aspects+of+Intellectual+Property+Right)&hl=id&ct=clnk&cd=2&gl=id

David Skyrme: http://www.skyrme.com/insights/21gke.htm

David Skyrme: http://www.skyrme.com/insights/31rnorg.htm, 2000

Richard Karash :http://www.learning-org.com

Web site WTO : www.wto.org

Tidak ada komentar: